Delapan Not a Dreaming Marriage (Completed)

Semoga nggak pada jamuren nunggu update-an ini. 😂😂😂✌ 23

***

Aku mematut di depan cermin. Gaun berbahan lace dengan aksen cape berwarna biru pastel dipadu dengan hijab abu-abu itu tampak membuatku sedikit berbeda dari seorang Lovita yang biasa tampil kasual. Riasan tipis memulas wajah ovalku. Kesan natural masih kentara di sana. Lipstik nude berwarna peach yang cenderung orange itu juga masih setia memoles bibir tipisku.

Secara keseluruhan, penampilanku tak jauh berbeda dengan keseharianku. Letak perbedaannya hanya pada gaun dan clutch putih menggantikan sling bag yang biasa kupakai.

Tiga hari lalu, Arion memberitahuku jika dirinya diundang dalam acara penganugerahan tokoh muda inspiratif yang diadakan oleh salah satu televisi nasional. Aku sempat terkejut saat Arion ingin mengajakku serta. Karena terlalu tiba-tiba, tidak heran jika dalam tiga hari ini aku dipusingkan dengan gaun apa yang akan kukenakan nanti. Setelah galau seharian, pilihanku akhirnya jatuh pada gaun lama, hadiah Mbak Indira—kakak sulung Arion—karena berhasil lulus ujian skripsi.

Pintu kamar baru saja kubuka. Sesosok laki-laki berjas hitam yang dipadu dengan kemeja putih dan dasi motif garis warna biru dongker duduk di sofa ruang tengah. Saat dia menoleh, aku seketika terpana. Jika dalam adegan sebuah novel, tokoh laki-laki akan terkesima melihat penampilan sang wanita, yang terjadi padaku justru sebaliknya. Ketika Arion beranjak dari sofa, tubuhnya yang tinggi dan tegap semakin menyempurnakan penampilannya. Saat ini, dia terlihat seperti seorang CEO dalam drama Korea ataupun dunia fiksi yang selalu mengenakan jas dan dilengkapi dasi. 5

“Sudah?”

Suara Arion membuyarkan keterpakuanku. Karena tidak ingin terlihat seperti terpukau, aku kembali memasang ekspresi sebiasa mungkin. Memalukan jika aku justru yang terlihat memandang takjub sementara dia malah biasa saja.

Arion mengajakku keluar ketika aku mengangguk. Saat melewati lorong, kami berjalan bersisian. Sesekali tangan kananku bersinggungan dengan tangannya karena jarak kami yang dekat. Jika ini terjadi di drama Korea, sang pria mungkin akan menggenggam tangan wanitanya. Namun, hingga kami memasuki lift sampai turun ke basemant apartemen, Arion sama sekali tidak meraih tanganku untuk digenggamnya erat. 3

Saat berjalan mendekati mobil yang terparkir di sisi kanan basement, langkahku sengaja kupelankan. Jika Arion berjalan mendahuluiku, apa dia akan membukakan pintu untukku? Aku hanya ingin tahu itu. 1

Sekadar mengecek, boleh saja, kan? 1

“Kenapa kamu masih berdiri di situ, Ta?”

Arion bahkan baru menyadari jika langkahku terhenti saat dia hendak membuka pintu mobil di bagian kemudi.

Aku tersenyum—seperti dipaksakan, lalu bergegas mendekat.

Lupakan soal adegan Arion yang membukakan pintu untukku, lalu memakaikan seatbelt seperti adegan romantis dalam sebuah novel romance. Itu mungkin hanya terjadi di dunia fiksi. Realitanya, tidak setiap suami akan mau melakukan adegan konyol itu sementara sang istri bisa membuka pintu dan memasang seatbelt sendiri. 18

***

Ini bukan acara penghargaan pada umumnya yang biasa diselenggarakan oleh televisi swasta. Tidak ada kesan mewah dengan bertabur para bintang. Penyelenggara penghargaan ini adalah sebuah program berita yang cukup terkenal. Tidak heran jika format acara pun dikemas formal.

Sepanjang acara, aku disuguhi profil-profil para finalis dari beberapa kategori yang membuatku takjub dengan mereka. Disela pemberian penghargaan, tamu yang hadir dihibur oleh penyanyi papan atas. Tidak ada bahu yang terbuka seperti yang sering dipertontonkan dalam kebanyakan acara televisi. Semua artis yang mengisi acara ini mengenakan pakaian sopan.

[EXTRACT]

Suara merdu Raisa dan Isyana Sarasvati yang menyanyikan lagu “Anganku Anganmu” menggema ke seisi studio berukuran luas ini. Tamu yang hadir tampak menikmati irama lagu yang mengalun sedikit menghentak itu. Arion yang duduk di sebelahku juga sesekali dia akan mengetukkan jemari kanannya di atas meja bundar.

Aku mengerling pada seseorang yang duduk di sebelah kiriku. Matanya fokus ke arah panggung. Saat aku dan Arion sampai, dia juga sudah datang bersama Ghandi. Kami pun akhirnya duduk di kursi yang mengitari meja bundar ini.

Sejak tahu Shenina membohongiku, aku sedikit waspada dengannya. Sepertinya dia juga sudah tahu jika aku kembali lagi ke kantor karena Arion memang tidak keluar seperti yang dia katakan. Sejak tadi, dia selalu bersikap dingin kepadaku.

Sudut bibirku terangkat sebelah. Ide jahil tiba-tiba muncul dalam pikiranku. Dengan pelan, kursi kugeser mendekat Arion. Tanpa aba-aba, tanganku melingkari lengan Arion, lalu menautkannya pada jemari suamiku. Dia tampak terkejut dengan genggaman tanganku yang tidak biasa kulakukan ini. 2

Aku mengembangkan senyum kepadanya. “Aku pengin genggam tangan Abang.”

Setelah sempat heran sejenak, dia ikut mengulas senyum. Aku bersyukur dia tidak melepaskannya. Keberadaan Shenina mungkin membuatnya segan. Apalagi kami berada di studio televisi saat ada banyak tamu undangan dan kamera di mana-mana. Namun, Arion sepertinya tidak mempermasalahkan soal genggaman tanganku ini. 1

Aku melirik pada Shenina. Rupanya perempuan itu juga mengerling kepadaku, ah tepatnya pada genggaman tanganku.

Seakan tak puas, aku semakin merapat pada Arion, lalu menyandarkan kepalaku pada lengannya. Ini terlalu berani. Arion bisa saja menyingkirkan kepalaku, lalu aku harus menanggung malu di hadapan Shenina yang—dalam hati—puas menertawaiku. Cukup mengherankan karena dia lagi-lagi membiarkanku bersandar pada lengannya.

Aku tersenyum miring ketika Shenina memandangku. Sorot matanya yang tertutupi softlens berwarna abu-abu itu sudah cukup menunjukkan jika hatinya tengah panas melihat adegan—yang dipaksakan—romantis ini. 2

Mataku kini fokus pada Raisa dan Isyana Sarasvati yang masih menyanyikan lagu “Anganku Anganmu”. Jika kamera sampai menyorotku, aku mungkin terlihat seperti istri posesif yang tidak tahu malu mengumbar kemesraan di depan umum. Esok hari, mungkin netizens akan ramai-ramai kembali menyinyiriku lagi.

Aku tak peduli soal itu. Sikap Shenina yang berani membohongiku itu membuktikan bahwa dia tengah mengajakku perang. Buatku, jauh lebih elegan membalasnya dengan cara seperti ini ketimbang memarahinya, lalu menjambak rambut panjang berwarna hitam kecokelatan itu hingga berantakan. Papa tidak mengajariku menjadi seorang Lovita yang pendendam. 6

Lagu telah berakhir. Ketika Gubernur DKI Jakarta ditemani seorang artis muda berbakat keluar menuju panggung untuk membacakan nominasi kategori Pendidikan, aku segera menarik tanganku. Arion sempat menoleh ketika genggaman tangan ini kulepas.

“Dan peraih penghargaan untuk tokoh muda inspiratif kategori pendidikan diberikan kepada ....” 2

Aku menahan napas saat mereka akan mengumumkan siapa pemenangnya setelah profil lima tokoh muda yang peduli dengan pendidikan diputar pada layar besar. Saat nama “Arion Adhitama” disebut, senyumku terkembang sempurna. Kami bertatapan sekilas. Aku tertegun ketika Arion mengusap lembut puncak kepalaku yang tertutupi hijab sebelum akhirnya dia berdiri lalu bergegas menuju panggung. 5

Aku tersenyum bangga menatapnya saat dia menerimana trofi penghargaan.

“Suamimu emang keren.” Ghandi yang duduk di sebelah kursi yang diduduki Arion berujar kepadaku. Mendengarnya menyebut “suamimu” seakan hatiku seperti digelitiki oleh seekor kumbang lembing yang berwarna merah dengan bintik hitam itu. Sahabat Arion sendiri mengakuiku sebagai istri Arion. Bagaimana aku tidak terharu mendengarnya?

Gerakan tangan seseorang yang menggeser sesuatu tertangkap oleh ekor mataku. Karena penasaran, kepalaku bergerak agar dapat melihat tulisan di atas kertas sobekan itu.

Aku nggak yakin namamu akan disebut sama Abang. 8

Aku terpaku. Beberapa jenak termangu, aku menoleh pelan pada Shenina. Perempuan itu menatap lurus ke depan. Ekspresinya terlihat cool. Sulit dipercaya jika di balik wajah anggunnya ini dia bisa bersikap ala tokoh antagonis sinetron.

“Sebenarnya saya nggak menyangka akan mendapat penghargaan ini karena menurut saya, mereka yang masuk nominasi ini hebat-hebat semua. Tapi, terima kasih untuk C-News Award atas kepercayaannya. Terima kasih juga untuk Cakrawala Televisi yang sudah menyelenggarakan acara seperti ini.”

Diam-diam, jantungku berpacu lebih cepat saat Arion akan memberikan ucapan terima kasih. Apakah dia akan menyertakan aku di antaranya? Entah bagaimana perasaan Arion kepadaku, aku harap, dia tetap menyebutku. Diurutan terakhir pun, aku akan menerimanya. Aku tidak mau Shenina bersorak kegirangan karena tebakannya benar. 1

“Saya bersyukur sekali pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang telah memberikan banyak nikmat dan kemudahan kepada saya. Untuk Ayah, Ibu yang selalu mendukung saya, terima kasih untuk doa dan dukungannya. Untuk semua tim KelasSeru, tanpa kalian, KelasSeru tidak mungkin akan seperti sekarang ini. Dan untuk para orangtua yang telah mempercayakan putra-putrinya kepada kami, terima kasih atas kepercayaannya. Terakhir ... untuk adik-adik semua, kalian sungguh luar biasa.” 3

Bahuku terkulai. Jantungku seperti melorot hingga mengenai hatiku. Bahkan di urutan terakhir pun, namaku tidak disebut olehnya. Aku tahu, aku tidak memberi pengaruh untuk keberhasilan KelasSeru. Tapi, setidaknya dengan menyertakan namaku, itu menunjukkan keberadaanku di sisi Arion memberi arti dalam kehidupannya. 5

“Sebagai komitmen kami di awal, KelasSeru hadir untuk memperbaiki sistem pendidikan di negeri ini. Melalui KelasSeru kami ingin mengenalkan metode belajar yang mudah dan menyenangkan sehingga mereka tidak merasa terbebani selama proses belajar mengajar. Beberapa waktu lalu, kami juga meluncurkan KelasBakat sebagai wadah untuk mengembangkan potensi mereka. Kami berharap, upaya kami ini akan memunculkan bibit-bibit unggul sebagai generasi penerus bangsa.”

Riuh tepuk tangan menggema ke seisi studio. Kata-kata Arion yang begitu membanggakan itu hanya terdengar seperti dengungan di telingaku. Aku masih termenung. Bukannya aku terlalu melebih-lebihkan. Mendapati kenyataan Shenina yang dengan yakinnya Arion tidak akan menyebut namaku benar-benar mengacaukan pikiranku. 5

Sampai di dalam mobil, aku hanya diam menatap keluar jendela. Beberapa kali Arion berusaha mengajakku berbicara. Jawabanku yang hanya membalas “hm” atau menggeleng sepertinya membuat Arion menyerah sendiri. Sampai memasuki lift dan berjalan bersisian di lorong apartemen, kami hanya ditemani kebisuan.

Aku tahu, mungkin Arion bertanya-tanya sendiri. Aku yang semula nekat menggenggam tangannya, bahkan sampai bersandar di lengannya tiba-tiba membisu seperti ini.

Aku tidak marah dengannya hanya karena dia tidak menyertakan namaku dalam ucapan terima kasih. Otakku saja yang tengah kacau. Saat ini, aku benar-benar sulit berpikir logis. Perasaan telah mendominasi logikaku. 5

Tidur mungkin akan mengembalikan semuanya. Setelah bangun nanti, mungkin aku bisa menjawab pertanyaan basa-basi Arion yang tidak sekadar “hm” atau gelengan saja.

Saat berbaring di ranjang, aku memilih tidur membelakangi Arion. Entah Arion ikut memunggungiku atau tidak, aku tidak peduli.

Setelah terpejam cukup lama, nyatanya aku belum bisa tidur juga. Membayangkan domba-domba, lalu kuhitung satu per satu, akhirnya membuatku hampir sejengkal lagi menuju alam mimpi.

Sebelum benar-benar terlelap, kurasakan sesuatu mengangkat kepalaku. Lalu, sesuatu yang terasa kukuh itu ada di bawah kepalaku. Dalam gerakan pelan, tubuhku seperti dihadapkan ke arah lain. Sebuah—yang kuyakin adalah—tangan melingkar di pinggangku.

Aroma teh bercampur tubuh yang begitu khas terhidu di hidungku.

Aku membuka mata.

Aku yakin ini bukan mimpi. Arion tengah memelukku. Dia bahkan sengaja memelukku. 20

Apa malam itu dia juga sengaja memelukku? 8

Tbc

[EXTRACT]
gemes bgt lovita suka overthinking😆😆😆
[EXTRACT]
si overthinker lovita

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Wait :

Below Post Ad