Tadinya kupikir bocah tengil itu tidak lagi mengganggu kami setelah dua hari tidak menunjukkan batang hidungnya. Namun, Minggu pagi ini dia tiba-tiba muncul dengan membawa beragam bahan makanan-yang aku yakin sudah dibelinya sejak kemarin malam.
"Sebagai tetangga baru, kayaknya kita kudu perlu bikin keseruan bareng. Gue udah panggil lo Yoyon. Biar kita lebih akrab lagi, gimana kalau pagi ini kita ngadain lomba masak?"
Itu yang dikatakan Yuris saat Arion belum mempersilakan masuk. Mau tidak mau, Arion akhirnya membiarkan Yuris nyelonong menuju dapur ketika dia berujar, "Gue udah capek-capek belanja demi tetangga gue. Masa lo biarin semua bahan ini membusuk di kulkas?"
Dan pagi ini, dua laki-laki berbeda style itu saling bertarung menunjukkan masakan terbaiknya. Yuris memintaku menjadi jurinya. Sebagai juri, aku hanya duduk di stool sembari berpangku tangan menatap mereka yang bertarung menunjukkan keahliannya di dapur.
Chef Yoyon vs Chef Yuyu. 7
Aku hampir terkikik saat kembali mengingat panggilan itu. Dari belakang, aku bisa melihat aura persaingan keduanya. Terkadang kedua lengan mereka sampai bersinggungan saking sempitnya ukuran dapur untuk sebuah perlombaan memasak. Saat tidak sengaja bersinggungan, mereka seketika akan bertatapan tajam. Ah, ralat! Tatapan Arion tidak setajam Yuris. Namun, aku bisa melihat ada pandangan tak suka dari sorot matanya.
"Semalem gue mikir-mikir, lomba apa yang cocok kalau saingannya lo. Gue pasti bakal lihat kemampuan lo, kan? Gue nggak mungkin ngajakin lo panjat gedung tinggi, kalau lo naik gunung aja nggak pernah," kata Yuris memecah keheningan di antara mereka.
"Siapa yang belum pernah naik gunung?"
Yuris tampak terkejut. "Jadi, lo pernah daki gunung? Gue pikir, yang ada di pikiran lo cuman soal rumus pythagoras atau gaya gravitasi bumi." Dia mendesis pelan. "Gue jadi nyesel, kenapa gue nggak ngajakin wall climbing aja tadi?"
Laki-laki itu berbalik menghadapku. "Kalau gue ngajakin lo panjat gedung ini, gue yakin Vita Jelly bakalan nangis jejeritan nungguin lo di atas."
Aku berdecih seraya menatap kesal kepadanya. Sementara dia hanya terkekeh, lalu kembali pada bahan-bahan yang hendak dia masak. Dilihat dari caranya memasak, sepertinya dia masih amatiran. Aku yakin, dia sengaja mengajak Arion tanding di dapur sekadar ingin bermain-main.
Jawaban itu terbukti ketika dua laki-laki itu menghidangkan hasil masakannya. Arion membuat penne pasta dengan saus bolognese dan taburan keju-dihiasi daun seledri-di tengahnya. Sedang Yuris? Aku hampir tertawa melihat tampilan mie goreng buatannya. Dilihat dari sudut mana pun aku memandangnya, tidak ada bagian yang menarik. Sayur wortel dan brokoli hanya tertata asal dan tidak rapi. Di tengahnya ada telur mata sapi yang bagian pinggirnya sudah gosong.
Sudah kuduga, dia masih amatiran. Jika dikatakan ini hasil lomba memasak, mie goreng buatan Yuris ini masih jauh dari ekspektasi. Hasil masakannya selayaknya seperti dia memasak karena di rumah tidak ada bahan makanan lain selain mie instan. Bedanya, ini dilengkapi sayuran dan telur.
"Kamu cobain dulu mie goreng buatanku, Vit. Jangan ketipu sama tampilan luarnya. Kadang yang tampilannya tampak baik dan rapi, dia justru menyimpan banyak misteri." Yuris melirik Arion ketika mengatakan kalimat terakhir itu. Rupanya dia sedang menyindir Arion. Padahal yang disindir tetap memasang ekspresi tenang menghadap ke arahku.
Dari warna yang tampak kemerahan, sepertinya mie goreng buatan Yuris itu pedas sekali. Namun, untuk ukuran orang yang suka pedas, itu tidak menjadi masalah buatku.
Saat aku menyuap pertama kali, rasa asin langsung bergulir ke lidahku. Aku sampai memejamkan mata ketika mengunyah dan-susah payah-berusaha menelannya. Ini bukan saja asin, tapi sangat asin sekali. Seamatirnya dia memasak, aku yakin dia sengaja mengerjaiku. Untung saja rasa pedas yang serasa menyeruak memenuhi mulut ini seakan menyamarkan rasa asinnya.
"Lagi dong, Vit. Masa cuman sesuap?"
"Juri di master chef aja paling cuman nyicipin dikit," sergahku kesal sembari berusaha menahan pedasnya cabe yang mulai terasa panas di lidah.
"Tapi, yang masakin ini tetangga sendiri, Vita Jelly. Paling nggak sedikit dihargai dong."
Aku berdecak kesal. Satu suap saja. Dan aku tidak akan menuruti lagi. Setelah berusaha menelan hingga habis, aku mengibas-ibas tanganku ke mulut. Dua kali suapan ternyata rasa panas cabe ini terasa membakar lidah. Ini bukan sekadar pedas. Tapi, pedas sekali. Bahkan, hidungku sampai berair saking pedasnya.
"Berapa cabe yang kamu masukin ke sini?" tanyaku dengan intonasi cepat, lalu kembali mengibas-ibas untuk membuang rasa pedas di mulut.
Dia mengedikkan bahu seolah tak peduli. "Entahlah. Yang jelas, saus cabai itu memang kubuat khusus untukmu."
Aku mendesis kesal. Lalu, turun dari stool. Cepat-cepat aku berjalan menuju kulkas, kemudian buru-buru mengambil air minum.
Arion rupanya mengikutiku. Aku tidak terlalu memperhatikan apa yang dilakukannya karena aku segera meneguk air minum itu untuk menghilangkan rasa pedas. Sampai kemudian, dia menyodorkan segelas susu cair untukku.
"Minum susu bisa meredakan pedas ketimbang air dingin," katanya seraya mengambil botol air minum dari tanganku. 1
Tanpa pikir panjang, aku menandaskan susu itu sampai habis. Mungkin karena rasa pedasnya begitu membakar, lidahku masih terasa panas-meskipun sedikit lebih berkurang ketimbang sebelumnya.
"Aku yakin kamu kasih puluhan cabe rawit di saus buatanmu itu," tuduhku tajam sembari mengibas-ibas mulutku.
"Bukannya kamu suka pedas?"
Menyebalkannya, laki-laki itu malah-pura-pura-memasang wajah polos. Alih-alih merasa bersalah.
"Bisakah kamu keluar dari apartemen kami?" Tiba-tiba Arion bersuara. Nada suaranya terdengar begitu tegas dan tampak aura kemarahan dari air mukanya. "Saya tahu kamu hanya ingin bermain-main. Kamu boleh bermain-main denganku, tapi tidak dengan istriku."
Yuris mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Sorry."
"Kamu hampir mencelakai istriku." 3
Yuris mengangguk-angguk paham. "Oke, oke. Gue tahu, gue salah. Gue pikir, Vita Jelly bakalan baik-baik saja karena yang gue tahu dia suka pedas. Ternyata level pedasnya masih jauh di bawah gue."
"Apa saya harus mengulangi sekali lagi? Silakan keluar karena kami sedang tidak menerima tamu saat ini."
Bukannya bergegas keluar, laki-laki itu malah memasukkan kedua tangannya di saku celana jins-yang kali ini tidak sampai sobek di bagian lututnya. Dia lantas terkekeh. Tawanya terdengar begitu lepas. Seolah dia tengah meluapkan kepuasannya mengerjai kami berdua.
"Ternyata asyik juga ngerjain lo. Apalagi pas lihat lo kalau lagi cemburu kayak kemarin itu."
Yuris kembali tertawa pelan. Sementara, Arion hanya diam menatap lurus kepadanya.
"Ngelihat lo yang cemburu karena kehadiran gue, apalagi lo yang kelihatan begitu khawatir pas Vita Jelly kepedesan tadi, kayaknya tebakan gue nggak salah." Yuris memasang ekspresi wajah serius. "Lo ... sebenernya cinta sama Vita Jelly, kan?" 2
Aku terpaku karena pertanyaan Yuris. Rasa pedas di lidahku seolah melenyap begitu saja. Bahkan, hilang tak berbekas.
Diam-diam, aku menahan napas. Jantungku tiba-tiba berdegup lebih cepat.
Arion masih diam.
Sementara aku menunggu dengan cemas.
"Sudah seharusnya seorang suami mencintai istrinya." 1
Jawaban Arion itu masih ambigu. Aku butuh jawaban hatinya, bukan hati para suami di luar sana.
"Itu artinya lo cinta sama Vita Jelly?"
"Tentu saja aku mencintai istriku." 1
Dan jawaban Arion yang begitu cepat itu spontan menggerakkan kepalaku, menoleh ke arahnya. Mataku masih melebar sampai tak berkedip sedikit pun. Hingga kemudian, kelopak mata ini reflek mengerjap pelan.
Apa katanya tadi?
Dia ... mencintaiku?
Aku nggak salah dengar, kan? 3
"Apa kamu bisa keluar sekarang?"
Aku tak mengalihkan tatapanku meskipun kudengar seseorang mendesis panjang.
"Kesannya gue kayak penganggu banget, Man. Oke, gue bakal pergi. Tapi, ini masih pagi. Kalau lo mau nafkahin istri, mending nunggu malem. Jangan jam segini. Kasihan sama tetangga lo yang masih jomlo." 2
Seharusnya aku melempari muka Yuris dengan kain pel yang direndam tujuh hari tujuh malam. Namun, aku mengabaikan mulut nyinyirnya. Fokusku saat ini hanya tertuju pada satu orang. Satu-satunya orang yang begitu kutunggu pengakuan cintanya untukku. Dan dia baru saja mengatakan ... mencintaiku?
Rasanya aku ingin cepat-cepat mengusir Yuris agar laki-laki itu segera angkat kaki dari sini. Aku butuh waktu berdua dengan Arion. Aku harus bertanya hal yang begitu penting kepadanya. Dia berhutang penjelasan atas kata-kata yang baru saja dia ucapkan. 6
Ah, benarkah dia mencintaiku? Atau ... dia mengatakan itu karena merasa terganggu dengan keberadaan Yuris? 24
Tbc