“Sama-sama taaruf, mendingan sama dokter Rio. Kalau aku mah, milih yang pasti-pasti aja. Nyari pasangan yang baik dan bertanggung jawab itu juga susah-susah gampang. Kadang yang keliatan alim di luar, eh nggak tahunya dia horor di dalam.” Agni bergidik ngeri. 1
Sudut bibirku berkedut menahan tawa. Horor di dalam? Maksudnya apa coba?
Ada-ada saja memang temanku yang satu itu.
“Emang kamu tahu si dokter itu kayak gimana? Orang kenal aja, nggak,” timpal Davina masih belum menyerah.
“Kata Mas Irfan, dokter Rio itu orangnya baik, kok. Dia calon suami potensial dan bertanggung jawab. Sama ponakannya aja dia perhatian. Kalau ponakannya panas dikit aja, pasti langsung hubungin kamu, kan? Itu tanda kalau dia calon ayah yang papa-able.”
Davina mendengus pelan. “Papa-able apanya? Modus sih, iya. Lagian, kalau dokter Irfan bilang si dokter itu baik, jelas dokter Irfan bakal bilang kayak gitu. Orang dokter Irfan temen deketnya.” 4
“Terserah kamu-lah, Vin. Kita lihat aja nanti nyantolnya sama siapa.”
Agni terlihat kesal sekali. Aku cukup jadi penonton di antara mereka. Entah siapa yang menjadi jodoh Davina, aku yakin, dialah sosok terbaik yang dikirim Allah untuknya. Sekali pun—mungkin—sebelumnya dia tegas menolaknya.
“Aku nggak tahu gimana aslinya dokter Rio itu. Cuman kalau kulihat dari keseriusannya, dia itu serius sama kamu, Vin. Kalau nggak serius, nggak mungkin dia sampai berani deketin mama sama papamu, kan?” 6
Rupanya Agni masih belum menyerah. Mereka kembali berdebat. Entah kapan perdebatan mereka akan berakhir.
Aku hanya menggeleng-geleng jengkel, lalu memilih menekuri ponsel. Mataku sedikit melebar saat pop up chat muncul di layar.
Abang : aku baru bisa online skrg. Sptnya seseorang yg membuat ponselku dibanjiri notifikasi hrs diberi nilai merah utk mkn nanti mlm. 😊 5
Aku tercengang saat membacanya. Kupikir Arion tidak akan tahu soal postingan-ku itu karena sebulanan ini dia kelihatan tidak aktif di Instagram (setidaknya terlihat dari foto terakhirnya yang diunggah di media sosial).
Meski dari dulu Arion tidak sekali pun meninggalkan emot love, dia sudah jadi follower-ku sejak seminggu akun Instagram kubuat. Kala itu, aku tidak sampai mengartikan dia memiliki perasaan denganku karena dia mengikutiku setelah kedua kakak perempuannya menjadi followers-ku. Mungkin Mbak Indira dan Mbak Aliya yang memintanya mengikutiku. 9
Aku menggigiti kuku-kukuku yang terpotong rapi. Harus bagaimana aku membalasnya?
Kuhela napas. Aku harus segera mengetik pesan balasan.
“Abang lg mkn bekal yg kubawain td ya?”
Ish! Aku mendesis pelan. Ini memang jam istirahat, tapi bukan waktunya aku malah berbasa-basi seperti ini.
Pesan itu kuhapus lagi. Aku mulai mengetik pesan lain.
Me : Maaaaaf. Ganggu, Abang pasti ya? 😞
Me : Pdhl aku ga tag Abang. Salahin fans-nya Abang yg mentionin Abang terus. 😭😭
Me : sbg permintaan maafku, kuksh 💋 ini buat Abang. 6
Aku mendesah lega saat selesai membalasnya. Namun, baru dua detik kemudian, mataku melotot lebar ketika menyadari apa yang kukirim. Aku semakin membeliak saat centang dua itu berganti biru. 2
Aku buru-buru membalikkan ponsel. Aku tak mau membaca balasan Arion.
Bagaimana bisa icon apel berganti menjadi emot...? 1
Aiiiishhh.... Aku lagi-lagi mendesis pelan. Senyumku hanya tersungging kaku saat Agni dan Davina menatapku dengan pandangan bertanya ada apa. Andai mereka tahu jika emot yang biasa kukirim pada mereka itu malah salah terkirim untuk Arion.
Aku terlonjak saat ponselku bergetar. Meski tidak ingin membacanya, nyatanya aku tidak bisa membuang rasa penasaranku. Pelan-pelan kubalik layar. Lalu, menggesernya dengan tangan gemetar.
Abang : sptnya nilai merahnya akan kuganti dgn beasiswa buat nanti mlm. 😉 24
Aku hanya ternganga. Seketika pipiku terasa memanas. Mungkin warnanya sudah seperti kepiting rebus.
Tbc
***
Nggak janji bakal update tiap hari, ya. Tapi, diusahakan bisa lebih cepat karena keburu naskah YA dibalikin lagi sama editor buat direvisi balik. 😆 9
Semoga segera kelar. Aamiin.
Makasih banyak untuk yang udah sabar nungguin NaDM sampai bentol-bentol. Tuh, katanya Arion mau ngasih beasiswa buat Lovita nanti malam. Wakakaka. Kabuuuur. 19