Maaaaaaaaf, yaaaaaaaa sampaaaaai nungguuuuuuu lamaaaaaaaaa. *Megap-megap 6
Masa lockdown gini terus terang susah banget bangun mood. Tapi, sejujurnya tiap hari saya berusaha lawan dengan terus menulis meskipun cuman jadi separagraf. 🤧 2
Tapi, jangan khawatir bakal digantung. Ini cuma soal mood yang terlockdown saja, bukan soal idenya. InsyaAllah, NaDM akan tetap sampai ke epilog dan satu extrapart. 1
Satu yang saya minta, untuk pengertiannya. Jujur, kalau banyak nuntut itu jadinya malah annoying. 🤒
Oke, sekian curcolannya. Happy fasting! ❤️
Jangan lupa vote-nya! 🥰
***
Aku membuka pintu ruang kerja Arion pelan-pelan. Saat aku melongokkan kepala ke dalam, Arion spontan mendongak. Dia tampak terkejut saat melihatku.
“Bukannya tadi kamu sudah tidur?”
Aku meringis. “Abang nggak ada, makanya aku kebangun.”
Aku selalu tidur dalam pelukannya. Saat dia tidak ada di sebelahku, alam bawah sadarku langsung menyadari itu. Saat aku mencoba terlelap lagi, nyatanya itu sulit. Mungkin aku memang sudah terbiasa dengan kehadirannya yang selalu tidur di sisiku. 4
“Apa ... aku boleh masuk?”
Saat ini aku masih berada di ambang pintu. Jika langsung masuk, aku khawatir malah membuatnya merasa terganggu.
Arion tersenyum kecil. “Kalau kamu mau duduk di sini ya nggak pa-pa, Ta. Kenapa harus izin dulu, sih?”
Aku semringah. Langkah kakiku bergerak mendekatinya. Lalu, menarik kursi putar, untuk duduk di depannya.
“Abang masih sibuk, ya?” tanyaku sekadar basa-basi. Padahal, aku tahu persis, dia tidak mungkin berada di sini jika memang tidak sibuk.
Beberapa hari ini Arion memang disibukkan untuk menyiapkan acara KelasSeru Festival dalam rangka menyambut tahun ajaran baru. Meski tidak pulang hingga larut malam, dia hampir selalu pulang lebih lambat dari biasanya. Sepulang ke apartemen pun, dia kembali ke ruang kerjanya setelah menemaniku tidur sampai aku terlelap.
Arion menghela napas panjang. Dia mengangguk pelan untuk pertanyaan basa-basiku.
“Tahun ini, KelasSeru harus berjuang keras untuk merancang acara yang beda dari biasanya. Sepertinya mereka juga berniat menggelar acara buat menyambut tahun ajaran baru.”
Aku sedikit terenyak. “Mau bikin acara lagi? Bukannya mereka baru aja ngadain acara heboh sampai ngundang iKon segala?” 1
Arion hanya mengedikkan bahu. “Kayaknya founder-nya orang kaya raya,” tebakku pelan.
“Dia kan anak dari pemilik MTC Grup yang punya empat stasiun televisi, radio, media online termasuk koran juga. Belum lagi bisnis lainnya di luar media.” 3
Aku jadi tercengang sendiri mendengar fakta ini. “Pantesan.”
Arion hanya tertawa kecil.
“Tapi, apa bangganya kalau dibantu sama orangtuanya sendiri? Mending kayak Abang yang mulai semuanya dari nol.”
“Begitu?”
Aku mengangguk mengiyakan seraya tersenyum lebar.
Arion terdiam sejenak. Dia menatapku intens, sebelum akhirnya kembali bertanya, “Kamu masih ingat sama Haidar, nggak?”
“Haidar?” Aku berpikir sebentar untuk mengingatnya. “Haidar yang waktu itu pernah kita cari itu?”
Dia mengangguk. “Dia ternyata berhasil menciptakan gel anti nyamuk dari limbah sayur organik.”
“Oh, ya?” Ada rasa bangga sekaligus takjub ketika kutahu anak seperti Haidar yang hidup serba terbatas ternyata bisa menemukan sesuatu yang mungkin tidak dipikirkan orang lain.
“Malah, dia berhasil menyabet juara 1 di kompetisi anak kreatif yang diadakan Kemendikbud.”
“Wow, dia keren sekali.”
Arion kembali bercerita jika ide itu muncul setelah Haidar mendapat materi tentang jenis-jenis tanaman yang bisa digunakan untuk obat nyamuk alami. Dari materi yang dia dapat di KelasSeru itu, dia mencoba bereksperimen sendiri. Dia memanfaatkan limbah sayur organik yang terbuang sia-sia di warteg tempat dia bekerja, lalu bahan-bahan itu dia padukan dengan daun sereh dan jadilah obat gel anti nyamuk. 1
“Kadang justru dengan segala keterbatasan, anak-anak seperti ini bisa tumbuh menjadi generasi yang hebat di kemudian hari. Makanya, mendirikan KelasSeru adalah mimpiku sejak lama. Agar anak-anak seperti ini mendapatkan tempat belajar yang bisa membuat mereka mewujudkan mimpi-mimpi mereka.”
Aku tersenyum bangga pada Arion. Betapa beruntungnya aku karena dia menjadi suamiku. Tidak banyak pemuda di negeri ini yang punya tujuan mulia seperti Arion. Dan betapa bersyukurnya aku, karena salah satu pemuda itu menjadi pasangan hidupku.
“Kenapa kita malah banyak ngobrol kayak gini, ya?” Dia tertawa pelan setelah menyadari kami justru terlibat obrolan panjang lebar seperti ini, alih-alih sibuk dengan pekerjaanmya. “Padahal aku sudah memastikan istriku tidur, kenapa malah bangun lagi, sih?” 2
“Jadi, kalau aku di sini, aku ngganggu Abang?”
Dia mendesah pelan, lalu tersenyum kecil. “Sepertinya aku harus berhati-hati dulu biar pertanyaaanku nggak lagi kamu salah artikan.” 1
Aku hanya nyengir menanggapi ucapannya yang terkesan menyindirku. Aku mengangkat sebuah buku di tanganku. “Abang tenang aja. Selama Abang bekerja, aku bakalan baca buku ini.”
Dia melirik buku yang kutunjukkan kepadanya, lalu kembali menatapku. “Jadi, setelah buku-buku itu dianggurin, akhirnya mau kamu baca juga?”
Aku hanya meringis malu sendiri. Sebenarnya buku-buku yang dibelikan Arion untukku itu bukannya kuabaikan. Aku sudah berusaha membacanya. Namun, dasar aku yang belum terbiasa membaca bacaan berat, baru dua halaman, aku malah ketiduran.
Arion kembali berkutat dengan laptopnya. Sementara aku fokus dengan bukuku. Ah, aku harus mengaku. Sebenarnya aku tidak benar-benar fokus dengan buku yang kubaca karena pada kenyataannya pikiranku malah terbang ke mana-mana.
Sesekali aku melirik Arion. Saat dia bekerja, rupanya dia begitu serius sekali. Aku pernah beberapa kali melihat wajah seriusnya saat berkutat di depan laptop ketika Ghandi diam-diam memotretnya, lalu diunggah di Instastory.
Aku tersenyum geli sendiri. Dengan posisi duduk kami yang seperti ini, justru membuatku merasa aku seperti seorang sekretaris yang dipaksa lembur oleh bos galaknya di kantor.
“Abang ....”
Dia hanya bergumam pelan tanpa menatapku.
“Aku boleh duduk di sebelah Abang.” Aku menunggu sampai Arion beralih memandangku. “Aku janji nggak bakal ganggu Abang. Duduk hadap-harapan gini rasanya kita kayak bos sama karyawan.” 2
“Bos?” Keningnya tampak mengernyit tipis. Sejurus kemudian, dia tertawa pelan. “Kalau kamu mau duduk sebelahan ya nggak pa-pa.” 1
“Jadi, boleh?”
“Apa aku harus mengulanginya lagi?”
Aku hanya nyengir, lalu bergegas menarik kursi putar ini, berganti di sebelah Arion.
“Kalau kayak gini, kita udah nggak kayak bos sama sekretaris lagi, tapi couple.” 1
Arion lagi-lagi terkekeh pelan menanggapi kerecehanku. Dia memutar kursi yang kududuki agar bisa berhadapan dengannya. Sejenak dia hanya bergeming menatapku. Manik mata hitam itu seperti lorong yang memancarkan sebuah cahaya. Cahaya yang terasa menghangatkan. “Kamu mau tahu kenapa aku menyukaimu?” 1
Mataku mengerjap-ngerjap. “Ke-kenapa?”
Hey, aku pun bertanya-tanya sendiri bagaimana bisa seorang Arion sampai menyukaiku? Bahkan, dia menikahiku bukan karena perjodohan itu, melainkan karena menginginkanku.
Satu tangannya membingkai pipiku. “Salah satu alasannya adalah ini.” Dia memajukan wajahnya, lalu mengecup lembut keningku. 5
Hanya itu? 3
Ya, memang hanya itu karena dia kembali berkutat dengan laptopnya. Seolah dia sengaja membuat otakku berpikir keras untuk mencerna sendiri maksud dari jawabannya itu.
TBC
Geser ke bawah karena part 19 sudah ada. 1